Minggu, 16 Agustus 2009

PERAN DAN FUNGSI ILMU GEOGRAFI

DALAM KAJIAN KEPARIWISATAAN


BAMBANG SUHARTO

Pemandian Asrama Indah Lestari, Banyuwangi, Jawa Timur


Pariwisata sebagai ilmu terapan dapat didekati melalui pendekatan multi disiplin, diantaranya Ilmu Geografi. Geography merupakan disiplin ilmu yang membahas beragam konsep spasial permukaan bumi, khususnya menyangkut: konsep keruangan, karakteristik, hubungan dan pergerakan tempat, berikut alur konsep dan kewilayahan. Berdasarkan hal tersebut, maka konsep utama Geografi Pariwisata adalah implementasi Ilmu Geografi dalam kajian pariwisata, dalam hal ini adalah kajian pariwisata yang mengupas pola spasial permintaan dan penawaran, aliran wisatawan, dan spasial model keruangan wisatawan.

Kata Kunci : Kepariwisataan, Geografi, Fungsi

PENDAHULUAN

Pariwisata merupakan sektor unik dan berdimensi banyak. Pertama,Unik: karena berwisata sebagai aktifitas untuk mendapat kesenangan, maka hasilnya sangat relatif. Selanjutnya nilai guna yang ada tentunya bersifat personal dan subjektif, sehingga tidak mungkin memiliki parameter baku. Akibatnya produk yang ditawarkan pariwisata juga sangat variatif sifatnya, mulai produk yang nyata hingga yang abstrak, ataupun produk yang jelas berhubungan dengan kepariwisataan maupun yang samar, bahkan dapat berujud produk yang secara tidak langsung berhubungan dengan kepariwisataan. Kedua, Berdimensi banyak: karena kajian pariwisata merupakan kajian yang dapat didekati dari berbagai disiplin ilmu (Cooper 1993) sebagai mana yang ditegaskan oleh Jafar Jafari bahwa pariwisata berkembang dalam sejumlah bidang ilmu terkait (Mcintosh dan Goeldner, 1986). Secara rinci, keterkaitan yang dimaksud tersaji pada gambar berikut.

Gambar diatas menunjukkan kotak yang membentuk lingkaran dalam masing- masing inti, adalah bidang studi ilmu pariwisata. Selanjutnya kotak di sebelah luar, adalah dukungan masing-masing disiplin ilmu terkait. Kemudian garis penghubung antar kotak menunjukkan ikatan yang mentransformasi semua multidisipliner terkait, yang merupakan kesatuan interdisipliner yang bersifat inheren dan menjadi cirri khas ilmu pariwisata.

Pada saat tuntutan kebutuhan manusia sampai pada tahapan yang extra-ordinary sebagai jalan keluar dari rutinitas yang menjemukan, dengan mencari suasana berbeda yang serba alami dan tradisional, santai, tenang, dan nyaman; maka kedudukan pariwisata dinilai sangat penting. Semua itu terjadi, karena aktifitas kerja yang mengeksploitasi daya tahan mental dan fisik seseorang sampai melampaui ambang batas, pada akhirnya dapat menimbulkan ekses berupa; stress ataupun depresi yang memicu munculnya berbagai penyakit. Semua itu memunculkan kesadaran pada diri manusia perlunya aktifitas penyeimbang berupa kegiatan refreshing. Berdasarkan ulasan tersebut dalam kaitannya dengan ilmu kebumian sebagai asset pariwisata, maka Ilmu Geografi penting untuk dikaji, khususnya yang berupaya mencermati “Bagaimana Peranan dan Fungsi Ilmu Geografi dalam Kepariwisataan ?”.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menerapkan metode deskriptif-kualitatif dan sumber data yang berasal dari beberapa literature terkait. Selanjutnya metode analitik digunakan untuk merumuskan jawaban atas permasalahan.

PEMBAHASAN

A. Bidang Kajian Geografi Pariwisata

Istilah Geografi Pariwisata mulai dikenalkan pada tahun 1930-an (Pearce, 1995), sejak saat itu budaya untuk memiliki second home di daerah-daerah pinggiran kota dimulai. Fenomena ini menimbulkan mutasi-mutasi lahan untuk dialih fungsikan sebagai fasilitas wisata, akibatnya luas lahan atau kawasan konservasi cenderung terus menyempit. Dilema inilah yang mendorong para ahli Geografi mulai melakukan kajian periwisata. Topik-topik penelitian pariwisata pada waktu itu, yaitu: 1) Dampak Pariwisata terhadap Penggunaan Lahan (Mc Murray, 1930; Brown, 1935); 2) Konsentrasi Pariwisata terhadap Aspek Ekonomi Penduduk (Carlson, 1938); 3) Studi Perbandingan Daya Tarik Obyek Wisata Pegunungan (Inland) dan Laut (Seaside) (Gilbert, 1939); 4) Gerakan-Gerakan Penduduk dalam Kaitannya dengan Sumberdaya Wisata di Suatu Wilayah (Meige, 1933); dan 5) Potensi Kota sebagai Daerah Kawasan Wisata (Jones, 1933; Eiselen, 1945). Sejak saat itu, topik-topik pembahasan pariwisata oleh para geograf terus berkembang, buku yang terbit ketika itu diantaranya: 1) The Geography of Travel and Tourism; Recreational Geography (Patrick Lavery, 1971); 2) Geography of Tourism (Robinson, 1976); 3)The Geography of Tourism and Recreation (Hall and Page, 1999); dan 4) Geography Tourism (Pearce, 1981).

Justifikasi pariwisata sebagai bidang kajian Geografi dikemukakan untuk pertama kalinya oleh Robinson (1976), dengan pernyataannya bahwa geografi berhubungan dengan lingkungan baik alam maupun manusia. Menurut Robinson Ilmu Geografi selalu berhubungan dengan fenomena suatu lokasi, khususnya hubungan antar fenomena dan distribusi keruangan. Pariwisata memang terkait erat dengan pemanfaatan ruang, lokasi-lokasi daerah tujuan wisata, dan lokasi pergerakan wisatawan dari satu daerah ke daerah lain. Semua menunjukkan Geografi mempunyai peranan yang sangat penting dalam fungsinya sebagai penyedia ruang tujuan wisata yang sesuai dengan permintaan wisatawan, agar pariwisata dapat memberikan kepuasan pada wisatawan yang berbeda karakternya. Pariwisata erat kaitannya dengan struktur, bentuk, penggunaan lahan dan perlindungan bentang alam (landscape).

Di satu sisi, pariwisata menyebabkan berubahnya fungsi alami bentang alam menjadi kawasan budaya seperti; berdirinya hotel, restoran, kawasan wisata dan bangunan lainnya. Di sisi lain pariwisata tetap membutuhkan kawasan alami berupa taman nasional, cagar alam, hutan wisata, dan kawasan konservasi lainnya. Kondisi inilah peran Geografi sebagai ilmu tata guna lahan diperlukan. Ilmu Geografi diharapkan dapat memberikan solusi yang memadai tentang bagaimana ruang dimanfaatkan dengan sesuai demi meminimalkan resiko kerusakan.

Mengingat pariwisata adalah aktivitas ekonomi komersial, maka berbagai aktivitas ekonomi di permukaan bumi secara khusus dikaji oleh Geografi Ekonomi. Ini terkait dengan peran pariwisata dalam memberikan peluang terhadap penyediaan lapangan kerja dan peningkatan ekonomi penduduk. Keterkaitan pariwisata dalam memberikan peluang kerja sangat luas dapat memacu pertumbuhan kegiatan ekonomi lainnya, seperti; pertanian, perikanan, peternakan, transportasi, komunikasi, dan industri. Selanjutnya Boesch (1964) menegaskan bahwa recreational studies are multivarious and complex, constituting a fruitful field for search in economic geography.

Keterkaitan Geografi pada mobilitas barang dan orang, dalam bentuk transportasi dan perdagangan sangat tinggi. Hal ini telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap adanya perdagangan berskala regional, nasional, hingga internasional. Antar hubungan dan pengaruh suatu fenomena terhadap fenomena lain, baik di dalam suatu tempat maupun di atau ke tempat lain selalu menjadi kajian Geografi. Lingkup dampak pariwisatapun bersifat luas, baik: secara ekonomi, sosial, budaya, maupun alam, dalam skala: lokal, regional, nasional, internasional. Hal ini menunjukkan bahwa pariwisata sangat relevan menjadi kajian Geografi.

Bidang kajian atau ruang lingkup Geografi Pariwisata secara spesifik meliputi: 1) pola keruangan dari penawaran; 2) pola keruangan dari permintaan; 3) sumberdaya geografi; 4) aliran dan gerak wisatawan; 5) dampak pariwisata; dan 6) model-model dari ruang wisatawan. Konsep sejenis dikemukakan oleh Wahab (1992) bahwa pada dasarnya bagian-bagian dari pariwisata terdiri dari 3 unsur, yaitu: 1) manusia; 2) ruang; dan 3) waktu.

Selanjutnya Leiper (1990) melihat 4 unsur pariwisata sebagai suatu kesatuan sistem yang terdiri dari: 1) Wisatawan (Tourist); 2) Daerah Asal Wisatawan (Traveller-Generating Region); 3) Daerah Tujuan Wisata (Tourism Destination Region)’; dan 4) Media Perantara (Transit Route) dengan keterkaitan sebagai berikut :

B. Ruang sebagai Objek Geografi dan Sumberdaya Wisata

Ruang adalah obyek material Geografi. Nursid Suma Atmadja (1981) mengartikan ruang sebagai permukaan bumi baik secara keseluruhan maupun sebagian, yang mengandung pengertian lapisan udara, lapisan batuan sampai kedalaman tertentu yang merupakan sumberdaya bagi kehidupan, air yang ada dipermukaan bumi dan air tanah sampai kedalaman tertentu, termasuk organisme hidup yang ada di permukaan bumi tersebut. Chapman (1979) mengemukakan bahwa ruang tidak hanya berisi atribusi fisis saja, tapi juga buatan manusia dan lingkungan manusia itu sendiri. Kenampakan tersebut adalah refleksi dari pengambilan keputusan dalam memanfaatkan ruang dan hasil antar hubungan antar masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang dari distribusi aktivitas manusia.

Dengan demikian ruang dalam geografi mengandung pengertian tiga dimensi yaitu : 1) Ketinggian : atmosfer atau lapisan udara; 2) Kedalaman : lithosfer atau lapisan bawah bumi; dan 3) Horizontal : hidrosfer dan biosfer atau lapisan air dan mahkluk hidup yang ada didalamnya.

Lapisan – lapisan itu tidak dipelajari secara terpisah, tapi selalu dipadukan sebagai satu kesatuan. Integrasi antara aspek fisis dan manusia merupakan ciri khas dari Ilmu Geografi. Aspek fisis: dapat berupa iklim (keadaan udara atau atmosfer), tanah, batuan, dan morfologi (lithosfer), sungai, danau, laut, sumber air, air tanah, (hidrosfer), flora dan fauna (biosfer). Aspek manusia: (antroposfer) dapat berupa karakteristik secara demografis, kebudayaan dan hasil cipta manusia. Mengingat kondisi ruang dengan segala aspek kehidupannya berbeda antara satu tempat dengan tempat lain maka muncul variasi keruangan. Alexander (1963) mengemukakan geography is a study of spatial vanation on the earth’s surface. Variasi ruang tersebut tampak dari adanya: 1) variasi iklim; 2) variasi morfologi seperti daerah datar, berbukit, dan bergunung; 3) variasi kenampakan seperti sungai, danau, dan laut; 4) variasi penggunaan lahan seperti hutan, padang rumput, gurun, yang dapat menimbulkan adanya variasi kehidupan fauna. Kehidupan manusia pun selalu bervariasi, seperti perbedaan dalam hal kebudayaan, pendapatan, tempat tinggal, mata pencaharian, politik, dan perkembangan teknologi.

Menurut pasal 1 Undang-undang Nomer 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan untuk selanjutnya di singkat UUKP menyatakan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan bersenang-senang yang dilakukan secara sukarela, bersifat sementara dan untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Sedangkan pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusaha objek dan daya tarik wisata serta usaha terkait di bidang tersebut.

Ruang, yang sering pula disebut geosfer merupakan sumberdaya yang vital bagi pengembangan pariwisata. Ruang atau geosfer tersebut dapat berupa objek wisata. Iklim dan cuaca (atmosfer) berupa panas, sejuk, dan dingin, masing-masing mempunyai daya tarik tersendiri. Berwisata di daerah panas tentu saja berbeda dengan di daerah dingin, baik dalam hal makanan, pakaian, tujuan maupun aktivitas yang dilakukan selama berwisata. Bentuk lahan (lithosfer) akan menghasilkan bentuk lahan dataran, perbukitan dan pegunungan. Bentuk lahan ini akan berkorelasi dengan cuaca dan penggunaan lahan, sehingga akan menghasilkan macam-macam objek wisata pula, seperti wana wisata, mandala wisata, agro wisata, dan sebagainya. Bentuk lahan pun akan menghasilkan gunung api dengan segala fenomenanya, seperti kawah, solfatar, fumarol, dan geyser (air panas). Gua, keunikan batuan, kesuburan lahan dengan segala aktivitasnya manusia di atasnya adalah obyek wisata yang menarik. Tata air (hidrosfer), dapat berupa danau, sungai, dan laut. Fenomena tersebut secara historis telah teruji sebagai obyek wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan. Flora dan fauna (biosfer) menghasilkan obyek wisata yang berupa kebun binatang dengan berbagai teknologi, taman nasional, cagar alam, dan land use lainnya. Kehidupan manusia (antroposfer) menghasilkan objek wisata sosial dan budaya, baik berupa adat istiadat, kesenian, kepercayaan, hasil budaya (artefact) yang bernilai historis, hasil teknologi tinggi, ataupun bangunan lainnya yang menarik.

Robinson (1976) mengemukakan bahwa komponen Geografi yang bernilai bagi pariwisata dapat berupa: (a). Lokasi dan akses; (b). Pemandangan alam: scenery berupa landform seperti; gunung, lembah, pantai, laut, tebing, sungai, danau, air terjun, air panas, dan salju, scenery berupa flora seperti; hutan, padang rumput, dan gurun, scenery berupa fauna seperti; binatang liar, cagar alam, kebun binatang, ataupun binatang hasil penangkaran untuk keperluan berburu dan memancing; (c). Ruang; (d). Iklim berupa sinar matahari, awan, suhu, curah hujan, dan salju; (e). Kenampakan permukiman seperti kota, desa, peninggalan sejarah, monumen, dan peninggalan arkeologi; dan (f). Kebudayaan berupa cara hidup, tradisi, cerita rakyat, seni, dan kerajinan tangan. Selanjutnya ditambahkan pula bahwa elemen lain yang sangat penting untuk pengembangan wisata di atas adalah kelengkapan fasilitas dan hiburan sebagai refleksi dari keinginan manusia dalam mengembangkan kawasan wisata.

C. Prinsip Geografi dalam Menganalisis Pariwisata

Ada unsur yang sangat penting dalam Geografi yang perlu diaplikasikan dalam pariwisata, unsur tersebut adalah lokasi. Lokasi adalah konsep Geografi terpenting, karena lokasi dapat menunjukkan posisi suatu tempat, benda atau gejala dipermukaan bumi. Lokasi dapat menjawab pertanyaan dimana (where) dan mengapa disana (why) tidak di tempat lain. Faktor pertama yang akan dipertimbangkan, kalau seseorang berkeinginan melakukan perjalanan wisata adalah mempertanyakan ke mana akan pergi (where are you)? berapa jauh jaraknya (how far)? berapa lama (how long)? membawa perlengkapan apa ? dan sebagainya. Untuk menjawab pertanyaan itu diperlukan wawasan Geografi tentang lokasi, khusus tentang lokasi absolut, lokasi relatif, jarak, akses, dan karakteristik tempat yang menjadi tujuan wisata.

Lokasi adalah posisi suatu tempat, benda, peristiwa atau gejala dipermukaan bumi dalam hubungannya dengan tempat, benda gejala, peristiwa lain. Ada dua komponen lokasi yaitu arah dan jarak. Arah menunjukkan posisi suatu tempat bila dibandingkan dengan tempat dimana kita berada; sedangkan jarak adalah ukuran jauh atau dekatnya dua benda atau gejala tersebut. Contoh Bali terletak sebelah Timur Surabaya, arah tersebut berbeda jika si penanya berada di Lombok menjadi di sebelah Barat. Untuk melengkapi wawasan tentang lokasi, maka peta menjadi alat yang sangat diperlukan untuk membantu perjalanan. Agar peta benar-benar dapat memberikan arah bagi perjalanan wisata, hendaknya peta itu memenuhi syarat sebagai peta yang baik, yang terpenting di antaranya adalah ada grid, skala, arah angin, dan legenda.

Dalam Geografi dikenal ada dua macam lokasi yaitu lokasi absolut dan lokasi relatif. Lokasi absolut adalah posisi sesuatu berdasarkan koordinat garis lintang dan garis bujur. Posisi garis lintang dan garis bujur ini sangat penting tidak hanya untuk menentukan posisi tempat dengan tempat, tapi juga erat kaitannya dengan perbedaan iklim dan waktu. Melalui lokasi absolut dapat diketahui jarak dan arah suatu tempat ke tempat lain dipermukaan bumi secara tepat. Dengan bantuan garis lintang dapat menggambarkan kondisi iklim suatu daerah, berarti dapat diperkirakan kehidupan tumbuhan, hewan, dan penduduknya secara lebih rinci. Mengetahui perbedaan iklim tersebut, sangat penting untuk menentukan karakter obyek wisata dan penawaran daerah wisata. Contoh salah satu potensi wisata Indonesia adalah iklim tropis. Kapan potensi itu ditawarkan ke Australia, Amerika, atau ke Eropa, semua itu memerlukan wawasan lokasi absolut. Demikian pula kalau orang Indonesia ingin berwisata ke Eropa, Amerika, atau Australia, hendaknya memperhitungkan iklim daerah yang akan dikunjungi. Karena bagaimanapun iklim dapat menentukan atraksi wisata yang dapat dinikmati dan perbekalan yang harus dipersiapkan selama perjalanan.

Garis bujur akan mempengaruhi perbedaan waktu, dengan menghubungkan posisi tempat berdasarkan garis bujur, maka komunikasi dapat berjalan secara efektif. Dalam melakukan kerjasama dengan orang lain yang berbeda negara dan posisi garis bujurnya, harus betul – betul diperhitungkan berapa lama perbedaan waktunya, sehingga tidak menimbulkan salah pengertian.

Lokasi relatif adalah posisi sesuatu berdasarkan kondisi dan situasi daerah sekitarnya. Kondisi dan situasi disini dapat berupa kondisi fisik, sosial, ekonomi, budaya dan keberadaan transportasi dengan daerah sekitarnya. Seperti Indonesia terletak di antara dua samudera dan dua benua, dilalui oleh dua jalur pegunungan dunia. Secara sosial budaya Indonesia merupakan tempat yang strategis, karena berada di daerah persilangan antara dua budaya yang berbeda yaitu Asia dan Australia. Kedua benua tersebut mempunyai kondisi fisik dan corak kehidupan yang berbeda. Bagi orang yang bergerak dalam bidang pariwisata wawasan tentang lokasi relatif ini sangat penting, tidak hanya dalam hal menentukan penawaran dan permintaan wisata, tapi juga dalam menyusun jadwal perjalanan, waktu tempuh, kondisi kelelahan fisik, menentukan tempat – tempat yang akan dikunjungi yang disesuaikan dengan lamanya waktu libur wisatawan dan harga paket perjalanan.

Tempat dapat mencerminkan karakter fisik dan sosial suatu daerah. Suatu tempat dibentuk oleh karakter fisik seperti iklim, jenis tanah, tata air, morfologi, flora dan fauna dan manusia yang hidup di dalamnnya seperti jumlah penduduk, kepadatan, perkembangan penduduk, pendidikan, pendapatan, dan kebudayaan. Nama tempat dapat mencerminkan kondisi atau identitas suatu daerah secara spesifik. Nama tempat berdasarkan konsensus seperti nama gunung, teluk, selat, danau dan sebagainya. Tempat juga dapat mencerminkan kondisi umum berdasarkan prinsip kesamaan fisik atau manusianya, seperti gurun, plato, dataran, pertanian hortikultura, perkebunan, hutan, pedesaan, metropolitan, dan sebagainya. Tempat diformulasikan untuk memberikan suatu pengertian tentang bentuk lahan dan aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti Nusa Dua, Kintamani, Gianyar dan sebagainya.

Semua tempat dipermukaan bumi mempunyai karakteristik tertentu. Karakteristik atau ciri khas suatu tempat itu dapat tampak dengan jelas atau dapat pula tidak, yang pasti setiap unsur yang ada di tempat itu dapat memberikan karakter tertentu sehingga dapat di bedakan dari daerah lainnya. Dalam menggambarkan atau mengkaji suatu tempat umumnya geografi melihat karakteristik fisik dan manusianya. Karakteristik fisik berasal dari proses – proses yang bersifat alami, seperti proses geologis, hidrologis, atmosfiris dan biologis yang menghasilkan bentuk lahan, tata air, iklim, tanah, vegetasi alami, dan kehidupan faunanya. Karakteristik manusia adalah semua bentuk pemikiran dan aktivitas manusia sebagai cermin adaptasi manusia terhadap lingkungannya. Termasuk di dalamnya jumlah dan komposisi penduduk, perkembangan penduduk, mata pencaharian, pola pemukiman, jaringan transportasi dan komunikasi sebagai cermin interaksi manusia dengan sesamanya.

Suatu tempat juga dapat dibedakan dari tempat lainnya berdasarkan ideologi, agama, bahasa, dan aktivitas politik. Antara karakter fisis dan manusia terdapat hubungan yang saling pengaruh mempengaruhi. Misalnya keadaan ekonomi penduduk akan mempengaruhi obyek wisata yang dipilih, tingkat pemanfaatan fasilitas wisata dan tingkat kepuasan berwisata. Kondisi alam dimana wisatawan berasal akan menentukan pula kemana ia akan pergi berwisata, misalnya orang Belanda, mempunyai latar belakang alam perairan, mereka cenderung memilih tempat yang bernuansa pegunungan, demikian pula dengan orang Swiss dan Austria. Amerika mempunyai potensi wisata yang banyak, tapi miskin akan atraksi etnik. Semua perbedaan kondisi fisis dan manusia itu melahirkan munculnya arus wisatawan.

Dalam mengkaji suatu tempat kita dapat melihatnya dari dua aspek yaitu site and situation. Situs (site) berkenaan dengan kondisi internal suatu tempat atau daerah, seperti iklimnya, keadaan tanah, topografi, penduduknya dan segala sumberdaya yang terkandung di dalamnya. Situasi adalah kondisi eksternal suatu tempat atau kondisi suatu tempat bila dibandingkan dengan daerah lainnya. Contoh Bedugul mempunyai kondisi iklimnya dingin dan sejuk, morfologi dataran tinggi, jenis tanah vulkanis, kehidupan flora dan fauna tertentu, jumlah penduduk, kepadatan, mata pencaharian, perkembangan penduduk, tingkat pendidikan, pendapatan dan kebudayaannya tertentu pula yang berbeda dengan daerah lain seperti di Negara, atau di Gianyar dan sebagainya. Kondisi eksternal daerah Bedugul berarti kita melihat fungsi dan peranan Bedugul bagi daerah sekitarnya mulai daerah yang paling dekat sampai yang terjauh mulai dari Kabupaten Badung sampai kepada dunia Internasional.

D. Hubungan Timbal Balik (Interrelation)

Setiap gejala di permukaan bumi ini, pada dasarnya adalah hasil hubungan timbal balik antara berbagai faktor. Hubungan ini dapat berupa antar faktor fisik, faktor fisik dengan manusia dan antar faktor manusia. Contoh hubungan antar faktor fisik: ketinggian tempat dengan iklim mikro; kemiringan lereng dengan erosi; kesuburan lahan dengan jenis batuan; ketersediaan air tanah dengan curah hujan, jenis tanah, vegetasi penutup lahan, kemiringan lereng dan organisme hidup di atas lahan. Hubungan antara faktor fisik dengan manusia, pemusatan penduduk di daerah subur dan dataran; kesuburan lahan dan iklim dengan jenis usaha tani; bentuk lahan dengan pola jalan. Contoh hubungan antara faktor manusia, manusia adalah individu yang serba tergantung terhadap individu lain, tidak ada manusia yang dapat hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya secara sendiri penuh. Ketergantungan ini tercermin dari adanya masyarakat dengan berbagai aktivitas seperti pariwisata, perdagangan, transportasi, komunikasi, berbagai organisasi sosial, politik, dan kebudayaan.

Hubungan antar tempat dalam kepariwisataan mutlak adanya. Wisatawan datang ke suatu tempat pada dasarnya ingin menikmati suasana alam dan budaya yang menarik. Dalam berinteraksi, menimbulkan pengaruh baik terhadap wisatawan itu sendiri maupun penduduk yang dikunjunginya. Wisatawan mempunyai kesan puas atau tidak puas, ini akan berdampak pada interaksi selanjutnya. Sejauhmana kedatangan wisatawan berpengaruh terhadap penduduk setempat sangat tergantung kepada daya tarik objek wisata, jumlah wisatawan yang berkunjung, lamanya tinggal, dan kondisi ekonomi wisatawan itu sendiri, serta respon penduduk dalam menangkap peluang yang ada.

E. Gerakan (movement)

Setiap gejala dipermukaan bumi mengalami gerakan. Gerakan objek atau gejala yang tampak jelas misalnya gerakan awan, air mengalir, angin, batuan, dan tanah oleh manusia, gerakan barang, orang melakukan kerja, gerakan arus laut oleh angin dan sebagainya. Gerakan yang tidak tampak misalnya gerakan panas dari lintang rendah (ekuator) ke lintang tinggi, gerakan informasi, ide atau gagasan. Gerakan ini menunjukkan adanya interaksi antara satu objek ke objek lain, antara satu tempat ke tempat lain. Gerakan ini menjadi kajian Geografi untuk dapat memahami bagaimana latar belakang terjadinya suatu gejala atau fenomena di permukaan bumi dan dampaknya terhadap gejala atau fenomena lain. Gerakan manusia semakin tampak jelas dari semakin padatnya jalur transportasi dan komunikasi yang menghubungkan berbagai tempat di permukaan bumi. Adanya globalisasi peradaban dunia merupakan suatu bukti kemajuan di bidang transportasi dan komunikasi, sehingga dunia demikian transparan, faktor jarak dan waktu bukan lagi suatu masalah. Setiap hari, bahkan setiap menit orang dapat berkomunikasi dengan tempat lain di dunia. Dalam skala besar, pariwisata dan perdagangan internasional menunjukkan bahwa tidak ada negara yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Dalam bidang-bidang tertentu satu sama lain akan saling bergantung.

Dalam pariwisata, gerakan menunjukkan adanya daerah yang minus dan surplus akan sumberdaya wisata. Mengetahui gerakan dan aliran wisatawan di suatu obyek wisata sangat penting fungsinya untuk :

a). Mengetahui sejauhmana daya tarik wisata dimiliki oleh suatu obyek

b). Mengikuti perubahan gerakan dan aliran wisatawan berdasarkan periode waktu

tertentu, untuk mengetahui perkembangan dan kecenderungan kepariwisataan di suatu tempat sekaligus memprediksi kemungkinan- kemungkinan yang terjadi di masa yang akan datang.

c). Bahan perencanaan dan pengembangan daerah tujuan wisata atau objek wisata.

d). Sumber menganalisis perkembangan segmen pasar, agar pembangunan pariwisata dapat diarahkan secara efektif dan efisien.

e). Perwilayahan (regionalisasi) konsep yang paling mendasar dari studi geografi adalah region. Region menjadi objek formal dari Geografi, adapun kajian utamanya adalah berbagai bentuk region dan perubahannya. Regionalisasi pada dasarnya adalah pengumpulan dan pengklasifikasian atau pengelompokkan data ke dalam data yang sejenis. Dari pengelompokkan tersebut maka akan tampak daerah yang menunjukkan persamaan dan perbedaan. Region pada dasarnya adalah kesatuan daerah yang menunjukkan karakteristik tertentu sehingga dapat dibedakan dari daerah lainnya. Karakteristik atau ciri khas suatu tempat itu dapat berupa karakteristik aspek fisis, manusia, atau gabungan keduanya. Banyak cara untuk menentukan region tergantung kepada kriteria apa yang akan dipergunakan (fisik, sosial, aktivitas ekonomi, budaya, politik, bahasa, agama, etnik, dan sebagainya). Ruang lingkup atau cakupan region pun dapat luas seperti meliputi desa, kota, kabupaten, propinsi, negara, atau himpunan – himpunan internasional.

Region dalam pariwisata, tercermin dari adanya wilayah pengembangan wisata, daerah tujuan wisata dan satuan kawasan wisata. Berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional (RIPPNAS) tahun 1997 – 2018, Indonesia dibagi atas enam wilayah pengembangan wisata. Wilayah A meliputi Sumatera dengan Medan sebagai pintu gerbang primernya. Wilayah B meliputi Jawa dengan Jakarta dan Surabaya sebagai pintu gerbangnya. Wilayah C meliputi Bali, NTT, dan NTB dengan Denpasar sebagai pintu gerbangnya. Wilayah D meliputi Kalimantan dengan Balikpapan sebagai pintu gerbangnya. Wilayah E meliputi Sulawesi dengan Menado dan Ujung Pandang sebagai pintu gerbang primernya dan Irian atau Papua wilayah F dengan Biak sebagai pintu gerbangnya. Wilayah pengembangan wisata tersebut dijabarkan kedalam wilayah – wilayah yang lebih kecil dalam 12 TDC (Tourism Development Corporation) yang pelaksanaannya dirinci, seperti Bali dibagi menjadi 24 (SKW) dan Jawa Barat, terbagai menjadi 6 wilayah yaitu A Banten, B Botabek, C Sukabumi, D Bandung E Priangan Timur dan F Cirebon. Kawasan Bandung dibagi atas Kawasan Bandung, Sumedang, Garut, Subang, Purwakarta dan Krawang. Kawasan Bandung terbagi dua Kodya dan Kabupaten, Kabupaten Bandung dibagi lagi menjadi Satuan Kawasan (SKW) Bandung Utara, Bandung Selatan, Bandung Barat dan seterusnya.

Perwilayahan pariwisata nasional tersebut dilatarbelakangi oleh alasan pasar dan keanekaragaman sumberdaya wisata yang tersebar dalam suatu wilayah geografis yang luas. Adapun tujuannya adalah untuk mewujudkan pariwisata masa depan Indonesia yang memiliki citra yang jelas, dan untuk pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Pewilayahan dalam RIPPNAS diidentifikasi dengan mempertimbangkan :

a). Kesatuan ruang geografis dengan identitas yang khas

b). Ketersediaan pintu gerbang internasional

c). Memiliki produk andalan yang dapat dipergunakan sebagai tema promosi

d). Memiliki pasar potensial yang jelas

PENUTUP

Pariwisata merupakan sektor andalan untuk tahun-tahun mendatang, namun sebagai suatu ilmu perlu mendapatkan perhatian yang khusus, terutama dari bidang- bidang yang terkait. Geografi memberikan kontribusi melalui analisis keruangan. Hal ini berguna untuk menganalisis permintaan, penawaran, perwilayahan kawasan wisata, perencanaan tata ruang dan menyusun jadwal perjalanan wisata.

DAFTAR PUSTAKA

Albler Ronald, John S. Adamis, and Peter Gould.

1972. Spatial Organization, The Geographer’s View of The World. Prentice Hall International Inc. New York.

Cooper.

1993. The Geography of Travel and Tourism. Heineman. London.

Fridgen Joseph D.

1991. Dimension of Tourism. Education Institute. USA.

Lavery Patrick.

1971. Recreational Geography. Prentice Hall. Canada.

Pearce.

1995. Tourism Today a Geographycal Analysis. Longman. Singapore.

Robinson.

1976. Geography of Tourism. Mac Donald. London.

Tim Konsorsium UI, UGM, ITB,

Studi Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional Tahap II, 1996/ 1997, Buku I Nasional dan Buku D.

Goeldner dan McIntosh.

1986. Tourism; Principles, Practices, Philosophies, 8th Ed. John Wiley & Sons Inc. USA

Nursid Sumaatmadja.

1981. Studi Geografi; Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan, ITB. Bandung.

Wahab S.

1992. Manajemen Kepariwisataan. Pradnya Paramita. Jakarta.